NUSA DUA, HUMAS KONI - Kadek Adi Asih, 18 tahun, atlet panjat tebing asal Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng, sukses memberi kejutan di ajang bergengsi IFSC Climbing World Cup 2025 yang digelar di Peninsula, Nusa Dua, Badung, Bali, Sabtu (3/5). Dalam kejuaraan internasional yang baru pertama kali diikutinya, Adi Asih berhasil mengamankan medali perunggu untuk Indonesia.
Pada babak perebutan medali perunggu, Adi Asih tampil memukau dengan mencatatkan waktu 7,27 detik, mengungguli atlet Korea Selatan Jeong Ji Min yang tertinggal di angka 9,00 detik. Capaian ini menjadi kejutan besar, mengingat Adi Asih baru bergabung dalam Pelatnas sejak 15 April 2025 dan tidak dijagokan sebelumnya oleh Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI).
Ketua Umum Pengurus Pusat FPTI, Yenny Wahid, mengapresiasi perjuangan para atlet muda Indonesia, termasuk Kadek Adi Asih. Ia menekankan bahwa panjat tebing bukan hanya soal keterampilan, tetapi juga ketahanan mental dan konsistensi.
“Panjat tebing sebagai olahraga elit dunia bukan semata-mata skill saja. Ini juga butuh mental agar lebih sabar dan tidak buru-buru. Tetapi mereka tetap memberikan yang terbaik,” jelas Yenny Wahid.
Ketua FPTI Bali, Putu Yudi Atmika, menyampaikan harapannya agar lebih banyak atlet muda Bali yang mampu menembus kejuaraan dunia di usia dini. Ia ingin generasi muda Bali bisa menyaingi atlet-atlet dari Jepang yang mampu juara dunia di usia 15–16 tahun.
“Kita ingin anak-anak Bali bisa juara dunia di usia 15–16 tahun seperti atlet Jepang. Ke depan, kalau kita kembali jadi tuan rumah, kita ingin bisa kirim 4–5 atlet,” harap Yudi.
Sementara itu, Ketua KONI Buleleng, Ketut Wiratmaja, menilai keberhasilan Adi Asih adalah bukti nyata keberhasilan pembinaan atlet di bawah FPTI Bali.
“Ini bukti bahwa slogan kami ‘Small is Gold’ bukan sekadar kata-kata. Dua atlet dikirim, satu berhasil bawa pulang medali perunggu,” terang Wiratmaja.
Kebanggaan luar biasa juga datang dari keluarga Kadek Adi Asih. Ibunya, Luh Putu Sutarjani, yang menyaksikan langsung keberhasilan anak keduanya, tak kuasa menahan haru. Ia sempat harus diperiksa tekanan darahnya oleh tim medis karena begitu emosional melihat perjuangan sang anak.
“Saya tidak bisa berkata-kata banyak. Yang jelas sebagai orangtua kami bangga, gembira sampai gemetar menyaksikan perolehan medali Kadek,” ucap Sutarjani. (*)